Jejak Islam Di Kota Rotterdam, Negeri Kincir Angin Belanda
Rotterdam
adalah kota terbesar ke dua di Belanda dan salah satu kota pelabuhan
terbesar dan tersibuk di dunia. Mungkin karena faktor itulah, Rotterdam
adalah kota dengan prosentase penduduk asing tertinggi di Belanda.
Sekitar 47% penduduk Rotterdam merupakan ketururnan Suriname, Turki,
Maroko, Aruba, dan lain-lain. Karakteristik kota Rotterdam adalah kota
ini tampak cantik dengan arsitektur bangunan modern, berbeda dengan
kota-kota lain di Belanda yang khas dengan bangunan kota tua dan
peninggalan jaman dulu. Ikon arsitektur terkenal di Rotterdam antara
lain Erasmus Bridge, Cubic House dan Euromast. Di bidang pendidikan, universitas utama di Rotterdam adalah Erasmus University Rotterdam (EUR), dengan Fakultas Kedokteran-nya (Erasmus Medical Center) sebagai tempat penulis belajar.
Kurang lebih 13% warga Rotterdam
beragama Islam. Tidak sulit untuk menemukan makanan halal di sini. Yang
menarik, walikota Rotterdam saat ini beragama Islam. Beliau adalah Ahmed Aboutaleb,
warga Belanda yang memiliki garis keturunan Maroko yang menjadi
walikota Rotterdam sejak bulan Januari 2009. Beliau adalah satu-satunya walikota muslim di negeri Belanda. Di Rotterdam, kita dengan mudah menemukan masjid yang banyak tersebar di seluruh penjuru kota. Namun,
banyak masjid yang tidak tampak sebagai masjid, karena bangunannya
tampak seperti apartemen yang menyatu dengan rumah-rumah, apartemen,
atau kantor di sekelilingnya. Hanya satu dua masjid saja yang tampak
sebagai masjid, seperti adanya menara dan kubah khas masjid. Pendatang
baru mungkin akan kesulitan mencari lokasi-lokasi masjid tersebut,
meskipun sebenarnya ada di mana-mana.
Masjid-masjid tersebut dikelola oleh
warga keturunan Turki, Maroko, Pakistan, Somalia, Boznia atau Indonesia.
Uniknya, sebagian masjid di Rotterdam dulunya adalah bangunan bekas
gereja yang kemudian beralih fungsi menjadi masjid. Oleh karena itu,
banyak bangunan masjid di Rotterdam dari luar tampak seperti bangunan gereja, gedung, atau rumah biasa. Masjid Essalam (Gambar 1) yang terletak di bagian selatan kota Rotterdam, adalah masjid terbesar di Belanda.
Masjid ini terletak tidak jauh dari Stadion de Kulp, kandang dari klub
sepakbola Feyenoord. Melalui tulisan ini, kami ingin menggambarkan
sedikit tentang kehidupan muslim di Rotterdam.
Aktivitas pelajar muslim di Erasmus Medical Center (EMC)
Seperti halnya kampus fakultas
kedokteran (FK) lainnya, kampus FK EUR menjadi satu kompleks dengan
rumah sakit (EMC). Di gedung fakultas, terdapat satu ruang khsusus untuk
shalat yang memadai, cukup luas dengan tempat shalat putra dan putri
yang dipisah. Sedangkan di rumah sakit EMC, terdapat 2 tempat shalat
yang bisa dijadikan alternatif. Sambil menunggu waktu shalat, kita bisa
berbagi pengalaman dengan pelajar
muslim lainnya yang sebagian besar merupakan warga keturunan Turki atau
Afghanistan, dan ada pula (meskipun sedikit) yang dari Irak, Maroko,
Pakistan dan bahkan warga Belanda. Apabila masuk waktu shalat, kami
leluasa meninggalkan kelas dengan pemberitahuan terlebih dahulu ke dosen
yang mengajar, mereka tidak keberatan sama sekali. Begitu pula apabila
shalat Jumat. Kami biasa shalat jumat di
musholla di gedung fakultas, meskipun hanya sedikit jamaah yang hadir,
sekitar 10-15 orang. Khutbah disampaikan dalam bahasa Inggris. Kami
sangat bersyukur bahwa di EMC ini, kami tidak perlu jauh-jauh untuk
menghadiri shalat Jumat, berbeda dengan pelajar di kota lainnya.
Saat awal-awal kuliah, terdapat jadwal
kuliah yang bentrok dengan shalat Jumat. Setelah kami diskusikan secara
baik-baik, pihak pengelola program S2 EMC dengan senang hati mengubah
jadwal kuliah untuk memberikan kesempatan kepada pelajar
muslim agar bisa shalat Jumat. Yang menarik, terkadang teman-teman dan
kolega kami sendiri yang notabene non-muslim, mengingatkan untuk segera
shalat Jumat ketika waktu sudah tiba dan meninggalkan kesibukan kami di lab.
Demikian pula saat hari raya, kami leluasa meminta ijin untuk tidak
mengikuti di kelas atau ijin libur. Hal ini karena di Belanda, hari raya
Idul Fitri dan Idul Adha tidak masuk dalam hari libur nasional resmi
pemerintah.
Ketika bekerja di laboratorium untuk
penelitian, sangat penting untuk menjelaskan posisi kita sebagai seorang
muslim. Mereka akan sangat menghormati. Semua teman, dosen pembimbing
dan teknisi di laboratorium tahu (dan harus tahu) bahwa “saya adalah
seorang muslim”. Apabila ada acara-acara di laboratorium, mereka akan
secara khsusus menyediakan makanan dan minuman yang halal bagi penulis
dan pelajar muslim lainnya di sini. Meskipun terkadang mereka
membanding-bandingkan dengan pelajar muslim lainnya yang tetap saja ikut
mabuk, mereka akan sangat respek dengan sikap tegas kita dalam
menjalankan agama Islam. Jangan pernah malu untuk menyampaikan identitas
kita sebagai seorang muslim di sini.
Penulis sangat bersyukur bahwa
ketika menempuh program S3 (PhD) di sini, supervisor atau dosen
pembimbing (co-promotor) penulis adalah seorang muslim yang taat.
Terkadang ketika masuk waktu shalat Dzuhur atau Ashar, beliau mengajak
penulis untuk shalat berjamaah di musholla fakultas. Demikian juga
ketika weekend (hari Sabtu atau Ahad), beliau terkadang mengajak penulis
untuk mengunjungi saudara-saudara muslim lainnya di kota ini.
Persatuan Pelajar Muslim Rotterdam (PPMR)
Ketika kota-kota lainnnya di Belanda
hanya memiliki satu wadah organisasi pelajar Indonesia, yaitu
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), maka di Rotterdam terdapat pula
wadah khusus bagi pelajar muslim, yaitu Persatuan Pelajar Muslim
Rotterdam (PPMR). Bahkan pernah dalam sejarahnya, PPMR justru lebih
dominan dan lebih aktif dibandingkan PPI. Secara rutin, PPMR mengadakan
pengajian bulanan, pengumpulan zakat dan sedekah, dan aktivitas lain
seperti olahraga (sepakbola) bersama. Kadang-kadang, kegiatan-kegiatan
tersebut juga bekerja sama dengan PPI Rotterdam. PPMR adalah tempat bagi
pelajar muslim di Rotterdam untuk bisa saling mengingatkan dan
menasihati dalam kebaikan, sehingga tidak terlena dengan kehidupan dunia
selama studi di Rotterdam dan tetap mengingat akhirat. Yang memiliki
kemampuan dalam menulis, bisa menuangkan ide dan gagasannya di blog
PPMR.
Organisasi Muslim di Rotterdam
Geliat kehidupan muslim di Rotterdam
juga tidak terlepas dari banyaknya organisasi-organisasi muslim di
Rotterdam. Mereka secara rutin mengadakan berbagai kegiatan keislaman
seperti pengajian dan belajar membaca Al-Qur’an. Saat bulan Ramadhan
tiba, mereka mengadakan buka puasa
dan shalat tarawih bersama. Juga mengatur pelaksanaan ibadah saat hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha. Berikut ini beberapa organisasi Islam di
Rotterdam, terutama yang dikelola oleh warga Indonesia yang tinggal di
Rotterdam.
1. Indonesische Stichting Rotterdam (ISR)
Organisasi ISR mengelola Masjid Nasuha,
yang terletak tidak jauh dari Rotterdam Central Stasion (stasiun kereta
api utama di Rotterdam). ISR rutin mengadakan pengajian seminggu sekali
pada malam Ahad (Sabtu malam). Pengajian diadakan dalam bahasa Belanda karena beberapa jamah pengajian ISR adalah warga Belanda yang masuk Islam (muallaf) dan sulit memahami bahasa Indonesia.
Mayoritas jamaah adalah warga Indonesia yang sudah lama tinggal di
Rotterdam sehingga mereka pada umumnya dapat berbahasa Belanda. Juga
diadakan pelajaran membaca Al-Qur’an, terutama untuk anak-anak. Di
masjid Nasuha juga diadakan shalat Jumat rutin dengan khutbah berbahasa
Indonesia karena sebagian besar jamaah shalat Jumat adalah pelajar
Indonesia di Rotterdam. ISR juga berkontribusi untuk menerjemahkan
Al-Qur’an ke dalam bahasa Belanda dan sudah dicetak.
2. Himpunan Masyarakat Muslim Indonesia Rotterdam (HIMMI)
HIMMI juga rutin mengadakan pengajian
dan kegiatan belajar membaca Al-Qur’an, baik untuk orang tua maupun
anak-anak yang diadakan setiap hari Sabtu sore. Mayoritas jamaahnya juga
warga Indonesia yang sudah tinggal lama di Rotterdam sehingga
kegiatan-kegiatan HIMMI diadakan dalam bahasa Indonesia.
3. Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa Rotterdam (PPME)
PPME adalah organisasi pemuda muslim
se-Eropa dan memiliki banyak cabang di Belanda, seperti PPME Amsterdam,
PPME Den Haag, dan PPME Rotterdam. Sama seperti ISR dan HIMMI, PPME juga
mengadakan pengajian rutin untuk orang dewasa dan anak-anak, baik dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa Belanda yang mereka adakan tiap 2 minggu
sekali. Saat ini, PPME sedang merencanakan untuk membangun Masjid
Tafakur sebagai pusat kegiatan mereka di Rotterdam, dengan total biaya
kurang lebih 787.482 Euro (silakan dikalikan dengan kurs 1 Euro +/- Rp
15.000). Dapat dilihat rencana tersebut di website resmi PPME: http://www.ppme-rotterdam.nl/?page_id=101.
4. Al-Jamiatul Hasana
Organisasi ini didominasi oleh orang-orang Jawa keturunan Suriname. Mereka mengadakan pertemuan hari Ahad pekan ke
tiga setiap bulannya dengan diisi kajian umum tentang keislaman. Bahasa
pengantar di sini adalah bahasa Jawa dan Belanda sehingga bagi
rekan-rekan yang berasal dari suku Jawa, tidak ada salahnya untuk
sesekali mengikuti pengajian mereka sekaligus merasakan hidangan jajanan
pasar khas Jawa yang menjadi menu wajib mereka. Dan juga mendengar percakapan dalam bahasa Jawa ala Suriname.
Sekolah Islam di Rotterdam
Bagi orang tua yang memiliki anak,
terdapat alternatif untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah
Islam. Di sini, mereka tidak hanya belajar pelajaran umum saja, tetapi
juga diajarkan membaca dan menghapal Al-Qur’an, belajar menulis Arab,
menghapal hadits dan doa sehari-hari, juga pelajaran tentang praktek
ibadah seperti shalat, meskipun dengan frekuensi yang relatif masih
sedikit. Mayoritasnya tetap belajar pelajaran umum. Kadang juga diadakan
pelajaran manasik haji. Pelajaran Islam tambahan bisa mereka dapatkan
dengan mengaji di masjid selesai jam sekolah. Mereka juga diajarkan
tentang akhlak sehingga dapat memiliki akhlak dan perilaku yang berbeda
dengan para remaja di Belanda secara umum. Sekolah-sekolah Islam ini
tetap disubsidi oleh pemerintah Belanda sehingga tidak perlu membayar
alias gratis sebagaimana sekolah-sekolah umum di Belanda lainnya. Kalaupun masih ada iuran, hanya sekitar 50 euro (Rp 750.000) per tahun.
Mari Belajar Islam Lebih Dalam Lagi
Sebagian (atau mayoritas) warga Belanda
adalah atheis, tidak mengakui adanya Pencipta alam semesta ini sehingga
mereka pun tidak memiliki agama tertentu. Beberapa di antara mereka
seringkali berdiskusi dan bertanya kepada kami tentang apa itu Islam,
misalnya ketika mereka melihat kami meminta ijin untuk shalat atau
menunaikan ibadah puasa. Pertanyaan kadang bisa jauh lebih dalam,
misalnya tentang Al-Qur’an, tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang
surga dan neraka, pahala dan dosa, puasa Ramadhan dan sebagainya.
Sebagian di antara mereka mempersepsikan Islam sebagai agama yang sangat
berat dijalani, karena harus shalat lima waktu setiap hari dan juga ibadah puasa, terutama jika bulan Ramadhan bertepatan dengan musim
panas. Di sinilah kami berpikir bahwa hendaknya siapa pun yang ingin
sekolah di luar negeri (terutama di Eropa), jangan lupa untuk membekali
diri dengan ilmu agama yang cukup. Selain untuk menjaga diri kita di
tengah-tengah pergaulan selama di Eropa, juga bisa digunakan sebagai
sarana dakwah untuk mengenalkan Islam kepada mereka, di antaranya
melalui diskusi informal seperti ini.
Demikian sekilas tentang kehidupan warga muslim di Rotterdam. Di tengah-tengah kehidupan Belanda yang serba bebas (perkawinan sejenis, narkotika, pornografi, status anak tanpa nikah,
dilegalkan di sini), masih terdapat saudara-saudara muslim kita di
Rotterdam yang dengan teguh berusaha berpegang dengan agamanya dan
mempelajari agama Islam sedikit demi sedikit. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dan mereka, di manapun berada.
***
Safar Dakwah di Ternate dan Tidore 4 – 5 April 2014 (seri 2)
Menuju Pulau Tidore
Selepas Jumatan kami bergegas menuju Pulau Tidore. Alhamdulillah, kami mendapat kontak nomor HP salah seorang Ustadz di sana sehingga ada kesempatan untuk mengisi kajian di malam harinya.Dengan menggunakan kapal feri dari pinggiran kota Ternate, bersama dengan keluarga besar dengan menggunakan tiga mobil, kami berangkat ke Tidore pada pukul 16.00 WIT pada hari Jumat, 4 April 2014. Dengan tidak lupa membaca doa saat naik kendaraan kami pun berangkat menyeberangi lautan kurang lebih 20 menit.
“Bismillah, bismillah, bismillah. Alhamdulillah. Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Subhaanaka inni qod zholamtu nafsii, faghfirlii fa-innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.”
Sesampai di Tidore, rombongan kami kembali menempuh perjalanan darat ke tempat tujuan kurang lebih 30 menit (yang berjarak 25 km dari pelabuhan Feri).
Kesempatan Mengisi Kajian di Tidore
Sampai di sana, waktu Ashar masih ada, rombongan kami yang belum menjalani shalat Ashar mencari Musholla dekat rumah bibi kami untuk melaksanakan shalat tersebut. Yang kami lihat, masjid yang ada di Ternate, Tidore dan Maluku secara keseluruhan adalah masjid yang megah dan besar. Namun demikianlah, masjid yang megah tidak menandakan jama’ahnya juga banyak. Itulah yang kami rasakan di waktu Maghrib dan shalat lima waktu lainnya.Di malam harinya sesudah sampai, alhamdulillah ada kesempatan untuk mengisi kajian di Tidore selepas Isya’. Ini semua berkat kemudahan dari Allah, juga dari perantara beberapa ikhwan di Ternate sehingga bisa terhubung dengan Ustadz di Tidore. Kami senang sekali bisa berjumpa dengan para da’i yang sebenarnya berasal dari tanah Jawa yaitu Ustadz Rosi dan Ustadz Agus. Yang spesial bagi kami adalah Ustadz Agus (beliau adalah sahabat dekat Ustadz Dr. Syafiq Basalamah), ia menikahi wanita asli sana. Dan sekarang menetap di Tidore di rumah yang sederhana. Yang kami kagum padanya, beliau adalah seorang lulusan LIPIA Jakarta. Namun ia mau menetap di sana untuk berdakwah. Dan jarang sekali lulusan dari kampus yang mentereng seperti LIPIA mau berdakwah jauh dari keramaian kota. Semoga Allah senantiasa menjaga dan memberkahi umur beliau.
Setelah berdiskusi sebentar dengan Ustadz Agus, datanglah waktu Isya. Akhirnya, kami pun menuju ke masjid terdekat untuk menunaikan Isya secara berjamaah. Rata-rata di masjid yang ada di Maluku, masih kental dengan dzikir dan doa berjamaah setelah shalat. Juga ketika shubuh, imam masjid masih memakai qunut Shubuh.
Setelah Isya, para jama’ah sudah mulai berkumpul di TPQ (Taman Pembelajaran Qur’an). Dan dimulailah pengajian di tempat tersebut. Beberapa yang hadir ternyata adalah tentara dan jadi pengawal Walikota Tidore. Materi yang disampaikan kala itu adalah tentang kisah ashabul ukhdud. Karena dalam kisah tersebut dibicarakan mengenai tukang sihir, pertanyaan yang muncul setelah pemaparan materi adalah tentang klenik, dukun dan sihir. Pulau Tidore memang sangat terkenal sekali dengan kleniknya. Bahkan ini jadi problema mendasar yang ditemukan di daerah Kepulauan Maluku.
Di pagi harinya, kami menghadiri akad nikah dari saudara sepupu kami. Kami diberi kesempatan untuk menyampaikan nasehat pernikahan setelah berlangsungnya akad nikah. Inti penyampaian khutbah nikah adalah wasiat untuk suami istri yang berisi penjelesan kewajiban istri dan kewajiban suami. Di antara kewajiban istri yang mesti dilakukan adalah selalu menyenangkan hati suami.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ
خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ
وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang
paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika
diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga
membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)Juga nasehat berharga bagi suami yang kami sampaikan adalah,
أَنْ
تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ
اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ
إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau
memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-,
dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak
menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat)
selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih). Mengenai memukul wajah di
sini yang kami tekankan, karena seringkali kasus pemukulan pada wajah
ini ditemukan di rumah tangga muslim di Indonesia Timur.Setelah penyampaian khutbah, kami pun berbincang-bincang dengan Bapak Walikota Tidore. Kami menyampaikan sedikit permintaan pada beliau untuk menyokong dakwah Ahlus Sunnah di sana karena beberapa waktu lagi akan segera berdiri Ma’had Ali bin Abi Tholib di Pulau Tidore. Salah satu pengasuhnya adalah Ustadz Agus dan juga Ustadz Ismail (alumnus Universitas Islam Madinah dan merupakan putera asli Tidore).
Semoga dakwah Ahlus Sunnah bisa menyebar di sana, dan berbagai penyimpangan akidah dan berbagai kesyirikan bisa diberantas secara perlahan-lahan.
Islam Di Inggris
Pada libur muslim dingin yang lalu, Allah memberikan saya kesempatan untuk mengikuti konferensi (pengajian) bertemakan “Pemahaman yang Benar tentang Jihad dan Khilafah”
di sebuah kota di Inggris bernama Luton. Setelah mengikuti konferensi
tersebut saya juga berkesempatan untuk merasakan kehidupan muslim di
salah satu kota terbesar di Inggris, Birmingham. Melalui tulisan ini,
saya bermaksud ingin berbagi sedikit pelajaran dari perjalanan saya di
dua kota tersebut dan ditambah sedikit cerita bagaimana kehidupan muslim
di kota tempat saya tinggal, Newcastle.
Islam di Luton
Luton adalah sebuah kota kecil yang terletak tidak
terlalu jauh dari London (sekitar setengah jam perjalanan dengan
kereta). Suasana Islami sangat terasa di kota kecil ini: mulai dari toko
makanan halal yang tersebar dimana-mana, perempuan berjilbab dan
berniqob yang berlalu-lalang, hingga beberapa bangunan masjid yang berdiri di beberapa sudut kota.
Di kota ini pulalah diadakan winter conference yang berjudul “The Return of Jihad and Khilafah: The Correct Understanding”. Saya meniatkan diri untuk mengikuti konfrensi tersebut karena beberapa pembicaranya adalah ulama
tersohor dari Timur Tengah. Pada awalnya konfrensi direncanakan untuk
dilaksanakan di masjid Ghuroba’, masjid yang bisa dikatakan cukup besar
dan dikelola oleh Salafiyyin di kota ini. Namun karena besarnya
respon dari kaum muslimin dari dalam dan luar Inggris untuk mengikuti
konfrensi tersebut, pada akhirnya tempat pelaksanaan dipindah ke sebuah venue yang lebih besar yang memungkinkan menampung orang lebih banyak.
Ketika duduk bersama para peserta di konfrensi ini, saya menjadi mengerti betapa indahnya persaudaraan yang dibangun di atas ukhuwah islamiyyah.
Betapa saya senang ketika melihat bagaimana para peserta konfrensi
saling mengucapkan salam, melempar senyum, berbagi, dan beramah tamah
satu sama lain, dengan tidak membedakan suku bangsa, warna kulit,
usia, dan status sosial. Konferensi ini diikuti oleh orang-orang kulit
putih, coklat, dan hitam. Diikuti oleh orang-orang dari berbagai negara
dari berbagai benua. Oleh tua dan muda. Namun saya tidak merasa ada
sekat antara mereka karena telah disatukan oleh pertalian Islam.
Konfrensi berlangsung pada 31 Desember 2014 hingga 2
Januari 2015. Pada malam pergantian tahun baru, saya tidak melihat
sedikit pun adanya ketertarikan dari para peserta konferensi yang
menginap di tempat yang sama dengan saya untuk merayakan tahun baru,
atau sekedar melihat bumbungan kembang api yang terjadi di luar sana.
Konferensi ini juga ternyata mendapat penentangan yang keras dari English Defence League
(EDL). EDL mengajukan izin untuk melakukan demonstrasi di sekitar
lokasi konferensi dengan alasan acara ini dikhawatirkan dapat
menimbulkan kebencian dan memantik ekstrimisme. Namun, polisi lokal
tidak memberikan izin demonstrasi tersebut karena tidak melihat adanya
potensi untuk terjadinya apa yang dikhawatirkan oleh EDL. Polisi lokal
hanya membolehkan demonstrasi jika dilakukan di pinggiran kota.
Semangat belajar dan mengajarkan Islam
Ketika mengikuti konferensi, saya juga menjadi teringat-ingat dengan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “sebaik-baik kalian adalah yang mau mempelajari Al Qur’an dan mau mengajarkannya.”
Pada saat acara berlangsung saya sempat berkenalan dengan dua orang ikhwan
yang tinggal di Inggris dan Perancis yang bercerita mengenai pengalaman
mereka pergi ke Timur Tengah untuk belajar Bahasa Arab. Tujuan mereka
untuk mempelajari Bahasa Arab adalah semata agar bisa mempelajari Islam
dan Al Quran lebih dalam. Salah seorang di antaranya berkata, “bisa
memahami langsung perkataan Allah (Al Quran) adalah kenikmatan yang tak
terhingga. Aku merasa Allah berbicara padaku ketika aku mendengar dan
faham bacaan Al Quran ketika solat“.
Di sisi lain, saya juga mengambil pelajaran dari para
masyaikh yang ternyata sangat bersemangat untuk mempelajari bahasa
Inggris, semata agar bisa berdakwah dan mengajarkan ayat-ayat Al Quran
dengan Bahasa Inggris. Beberapa kali Syaikh Faishal Al Jaasimi dan
Syaikh Muhammad Al Malik menjawab pertanyaan dari peserta dengan bahasa
Inggris.
Syaikh Muhammad Al Maliki menceritakan bagaimana
perjuangan beliau untuk mempelajari bahasa Inggris agar bisa berdakwah
dengan bahasa tersebut. Beliau bertutur bahwa pada awalnya pelajaran
bahasa Inggris termasuk pelajaran yang paling susah bagi beliau. Beliau
sempat gagal dua kali ketika ujian bahasa Inggris. Sampai pada akhirnya
beliau mendengar bahwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin sangat
berkeinginan untuk mempelajari bahasa Inggris agar bisa berdakwah
dengannya, sehingga beliau pun ikut termotivasi1. Barangkali, perkataan Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin berikut yang memotivasi beliau:
“aku sendiri berangan-angan, andai saja aku bisa
menguasai bahasa Inggris. Sungguh aku melihat terdapat manfaat yang amat
besar bagi dakwah bila saja aku menguasai bahasa Inggris”.
Islam di Birmingham
Bersama London, Birmingham menempati posisi teratas
dalam peringkat kota-kota di Inggris dengan jumlah muslim terbesar.
Sudah banyak cerita yang tersebar di berbagai media tentang kuatnya
nuansa Islam di kota ini. Dan ternyata hal tersebut memang benar adanya.
Ketika kali pertama saya turun dari bus yang mengantarkan saya ke kota
ini, saya langsung melihat para perempuan berjilbab yang berlalu lalang
di tengah kota. Bahkan tak sedikit juga yang menggunakan niqob/cadar. Di
atas itu semua, bagi saya yang paling menarik terkait cerita Islam di
kota ini adalah keberadaan Green Lane Masjid. Sebuah masjid yang juga dikelola oleh Salafiyyin
di kota ini, yang menjadi garda terdepan dalam dakwah Islam di Inggris.
Para ulama dari timur tengah secara rutin hadir untuk memberikan
pelajaran di masjid ini. Hampir setiap hari di masjid ini juga terdapat
pengajian yang diisi oleh ustadz-ustadz lokal. Masjid ini juga
dikelilingi oleh kawasan yang terasa sangat Islami, mulai dari toko-toko
yang menjual berbagai kebutuhan seorang muslim, hingga toko-toko yang
menjual referensi-referensi Islam berbahasa Arab (kitab kuning).
Islam di Newcastle
Nuansa Islam di kota tempat saya tinggal ini memang
tidak sekuat dua kota yang telah saya ceritakan sebelumnya. Namun,
berbagai aktifitas dan perkembangan dakwah Islam di kota ini sangat
patut untuk membuat bahagia.
Di Newcastle terdapat beberapa buah masjid dan di
antara yang terbesar adalah Newcastle Central Mosque. Di masjid inilah
terdapat semacam Islamic school untuk anak-anak penduduk lokal
atau pun pendatang. Jika melaksanakan shalat ashar/magrib di masjid ini,
saya sering mendapati anak-anak tersebut bersama-sama mengulang hafalan
surat-surat pendek mereka. Di masjid ini pula diadakan kegiatan
pengenalan Islam. Pengurus masjid secara rutin mengundang masyarakat
yang tinggal di Newcastle untuk mendengarkan penjelasan mengenai
konsepsi Islam yang sebenarnya. Acara tersebut biasanya sengaja diadakan
bertepatan dengan waktu solat Isya’, agar para peserta bisa
mendengarkan azan dan melihat aktifitas ibadah shalat. Sebelum acara
berakhir, peserta biasanya diminta untuk menuliskan kesan-kesan tentang
apa yang telah mereka dengar dan lihat. Saya agak terkejut, ternyata
respon yang diberikan sangat positif. Di antara komentar tertulis yang
paling saya ingat adalah: “aku sangat suka mendengar bacaan Al Quran. Lain kali jika diundang lagi, aku akan mengajak seluruh keluargaku!”
Masjid lainnya di Newcastle yang cukup besar adalah
masjid yang disediakan oleh pihak Newcastle University, yang sekaligus
menjadi kantor bagi Islamic Society (ISOC) dari Newcastle
University. Peran Isoc dalam mendakwahkan Islam di kota ini, terkhusus
di kampus, juga sangat signifikan. Agenda tahunan Isoc yang sudah
menjadi sarana hidayah bagi banyak orang untuk berislam adalah Discover Islam Week.
Di masjid ini pula secara rutin dilakukan pengenalan konsep Islam
kepada anak-anak sekolah dan guru-guru mereka. Anak-anak dan guru-guru
ini biasa diundang untuk datang ke masjid untuk diberi penjelasan
tentang apa itu Islam dan melihat secara langsung bagaimana muslim
melakukan solat zuhur/ashar.
Selain itu terdapat pula Islamic Diversity Centre
(IDC) yang biasa melakukan dakwah dengan cara-cara kreatif. Pada musim
dingin ini, IDC mengadakan event untuk mendakwahi para orang tua di
panti jompo yang sudah tidak terlalu dipedulikan lagi oleh anak-anak
mereka. Melalui event-event seperti ini, tidak sedikit orang yang
menjadi tertarik untuk memeluk Islam.
Briton dan Islam
Penduduk pribumi Inggris (Briton/British) terkenal
sebagai orang yang ramah, santun, dan berbudaya. Saya pribadi sering
mendapatkan perlakuan yang santun dan ramah tersebut ketika berinteraksi
dengan mereka. Ketika saya mendapatkan perlakuan ramah tesebut, saya
sering berangan: “seandainya orang-orang British ini memeluk Islam, barangkali kelak Allah akan meninggikan derajat mereka di surga” karena saya teringat pada sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “aku menjamin sebuah rumah di surga yang tertinggi bagi orang yang memiliki akhlak yang baik.” (HR Abu Dawud).
Orang Inggris juga sangat menghargai hak-hak
individu, termasuk hak untuk beragama dan beribadah. Ketika mengikuti
konfrensi di Luton, Syaikh Abdul Haqq Turkamani yang sudah beberapa
tahun tinggal di Inggris, bertanya kepada para peserta: “selama tinggal di negeri ini, pernahkah kalian diganggu karena alasan agama? bukan karena alasan-alasan pribadi.”
Maka banyak peserta konferensi yang menjawab tidak pernah, karena
memang pemerintah Inggris sangat menjamin hak-hak untuk beragama
(sebagaimana juga menjamin hak untuk tidak beragama). Apabila ada
tindakan dari seseorang yang mengganggu hak untuk beragama tersebut,
maka pihak yang berwenang akan memprosesnya secara hukum.
Tantangan bagi Muslim yang Tinggal di Inggris
Ada satu persamaan yang saya pribadi rasakan ketika
mengunjungi kawasan permukiman yang dihuni oleh muslim pada tiga kota di
atas. Persamaannya adalah kawasan yang dihuni orang muslim selalu
terkesan tidak serapi dan tidak sebersih penduduk asli yang non-muslim.
Saya sangat malu jika melihat seorang muslim yang tidak mentaati
aturan-aturan yang sebenarnya itu juga merupakan ajaran Islam, semisal
aturan untuk mengantri dan menjaga kebersihan. Jika seorang muslim tidak
mematuhi aturan-aturan tersebut, tentu berpotensi untuk dianggap stereotype
bagi orang yang tidak suka dengan Islam. Kata sebagian orang, keindahan
Islam menjadi tertutup karena para pemeluknya yang tidak menjalankan
ajarannya dengan sungguh-sungguh. Karenanya, tantangan bagi Muslim yang
tinggal di Inggris sebenarnya adalah untuk menjalankan ajaran Islam
dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu, orang-orang akan tahu dengan
sendirinya keindahan Islam dan dengan izin Allah akan menjadi tertarik
terhadap Islam.
Penutup
Saya tidak mengklaim apa yang saya ceritakan adalah
keadaan Islam di Inggris secara keseluruhan, namun yang sampaikan adalah
apa yang saya rasakan secara subjektif. Tulisan ini bukan pula dibuat
untuk memotivasi para pembaca untuk berhijrah dan tinggal di negeri
non-muslim seperti Inggris. Bagaimanapun, tinggal di negeri muslim atau
negeri yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim jauh lebih baik bagi
seorang muslim.
Data resmi dari situs Muslim Council Board
menyatakan bahwa jumlah muslim di Inggris pada tahun 2011 adalah 2.79
juta dan 47% dari jumlah tesebut terlahir di Inggris. Saya berdoa semoga
angka tersebut terus bertambah. Semoga pula Allah memberikan hidayah
Islam kepada penduduk Inggris dan kepada para pemimpinnya. Dan semoga
Allah juga menolong orang-orang yang terlibat dalam dakwah Islam di
negeri ini. Amin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar