FIQIH DAN MUAMMALAH

Hukum Jual Beli Emas Secara Online

Emas adalah benda berharga yang telah diperjual-belikan sejak dahulu. Bahkan dahulu emas digunakan sebagai alat pembayaran atau alat tukar dalam jual beli. Islam telah memberikan pedoman bagaimana berjual-beli emas agar tidak terjerumus dalam riba. Karena riba itu membahayakan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dan dari pedoman jual-beli emas yang telah dijelaskan dalam Islam, kita akan membahas suatu masalah kontemporer terkait hal tersebut, yaitu mengenai hukum jual-beli emas secara online.
Secara umum, pedoman jual-beli emas tersirat dalam sebuah hadits, dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الذَّهبُ بالذَّهبِ . والفضَّةُ بالفِضَّةِ . والبُرُّ بالبُرِّ . والشعِيرُ بالشعِيرِ . والتمْرُ بالتمْرِ . والمِلحُ بالمِلحِ . مِثْلًا بِمِثْلٍ . سوَاءً بِسَواءٍ . يدًا بِيَدٍ . فإذَا اخْتَلَفَت هذهِ الأصْنَافُ ، فبيعوا كيفَ شئْتُمْ ، إذَا كانَ يدًا بِيَدٍ
emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, tamr dengan tamr, garam dengan garam, kadarnya harus semisal dan sama, harus dari tangan ke tangan (kontan). Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian, selama dilakukan dari tangan ke tangan (kontan)” (HR. Al Bukhari, Muslim no. 1587, dan ini adalah lafadz Muslim).
Sebelum membahas hukum jual-beli emas secara online, ada beberapa bahasan yang perlu pembaca ketahui. Simak paparan berikut ini..

Definisi komoditi ribawi

Yang dimaksud al amwal ar ribawiyah atau komoditi ribawi adalah
الأموال التي تجري فيها الربا
“harta benda yang bisa terjadi riba (pada transaksi jual-belinya)”1
Sumber pokok penentuan komoditi ribawi adalah hadits Ubadah bin Shamit yang telah dibawakan, disana disebutkan 6 komoditi yaitu emas, perak, burr, sya’ir, tamr, garam. Enam komoditi ini dikelompokkan oleh para ulama menjadi 2 kelompok, yaitu
  1. Kelompok emas-perak
  2. Kelompok selain emas-perak
Kemudian, para ulama berbeda pendapat mengenai apa sajakah harta benda yang termasuk komoditi ribawi dalam dua pendapat:
  1. Pendapat pertama, komoditi ribawi hanya sebatas 6 komoditi yang disebutkan dalam hadits, yaitu: emas, perak, burr, sya’ir, tamr, garam. Selain 6 hal ini maka tidak termasuk. Ini adalah pendapat zhahiriyah, karena madzhab zhahiriyah menafikan qiyas2 secara mutlak. Juga merupakan pendapat Ibnu Aqil dari Hanabilah.
  2. Pendapat kedua, komoditi ribawi tidak hanya sebatas 6 komoditi yang disebutkan oleh hadits, namun juga berlaku pada semua komoditi yang memiliki illat3 yang sama. Sehingga komoditi lain yang memiliki illat yang sama, di-qiyas-kan dengan 6 komoditi tersebut. Inilah pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang tepat insya Allah.
Namun para ulama yang berpendapat adanya qiyas dalam hal ini, mereka berbeda pendapat mengenai illat-nya:
  1. Pendapat pertama, illah dari kelompok emas-perak adalah al waznu, yaitu ditimbang beratnya. Sedangkan illah kelompok selain emas-perak adalah al kaylu, yaitu ditakar dengan ukurannya. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan Hanabilah.
  2. Pendapat kedua, illah dari kelompok emas-perak adalah ats tsamaniyah, yaitu digunakan sebagai alat tukar jual-beli. Sedangkan illah kelompok selain emas-perak adalah ath thu’mu, yaitu makanan. Ini adalah pendapat Syafi’iyyah.
  3. Pendapat ketiga, illah dari kelompok emas-perak adalah ats tsamaniyah. Sedangkan illah kelompok selain emas-perak adalah al quuth al mudakhar, yaitu makanan pokok yang disimpan. Ini adalah pendapat Malikiyah.
  4. Pendapat keempat, illah dari kelompok emas-perak adalah ats tsamaniyah. Sedangkan illah kelompok selain emas-perak adalah ath thu’mu ma’al kayli (makanan yang ditakar ukurannya) atau ath thu’mu ma’al wazni (makanan yang ditimbang beratnya). Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Pendapat keempat adalah yang dinilai lebih rajih oleh Syaikh Khalih Al Musyaiqih hafizhahullah, karena pendapat ini menjamak pendapat-pendapat yang ada, wallahu a’lam.

Apakah uang itu termasuk komoditi ribawi?

Setelah memahami pemaparan sebelumnya, kita bisa ambil kesimpulan bahwa uang adalah komoditi ribawi. Karena uang termasuk ats tsamaniyah, sehingga ia di-qiyas-kan dengan emas dan perak.
Dalam Lisaanul ‘Arab disebutkan:
والثَّمَنُ ما تستحقّ به الشيءَ. والثَّمَنُ ثمنُ البيعِ، وثمَنُ كلّ شيء قيمتُه
ats tsaman adalah segala hal yang engkau berhak mendapat sesuatu dengannya. Dan ats tsaman juga maknanya tsaman dari jual beli. Dan tsaman dari sesuatu adalah nilainya”
Ringkasnya, ats tsaman dalam jual beli adalah alat tukar atau alat pembayaran dalam jual-beli, dan ats tsaman dalam jual beli itu merepresentasikan nilai dari barang yang dibeli. Sehingga jelas uang termasuk tsaman dan ini merupakan hal yang telah dimaklumi.
Syaikh Khalih Al Musyaiqih mengatakan:
فعلى كلام شيخ الإسلام : الريالات ربوية
“maka berdasarkan pendapat Syaikhul Islam, uang riyal adalah komoditi ribawi”
Dengan demikian uang baik kertas ataupun logam adalah komoditi ribawi yang berlaku baginya aturan-aturan jual-beli komoditi ribawi.

Aturan dalam jual-beli komoditi ribawi

Dari hadits Ubadah bin Shamit di atas para ulama menyimpulkan beberapa beberapa dhawabit4 dalam jual-beli komoditi ribawi5. Diantaranya:
Dhabit pertama:
أن كل ربويين اتحدا في الجنس والعلة ، فإنه يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرطان : التماثل ، والحلول والتقابض
“semua komoditi yang sama jenisnya dan illah-nya, maka dalam transaksinya disyaratkan dua syarat: sama nilainya dan al hulul wat taqabudh (langsung serah terima di majlis akad; kontan)”
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah menyebutkan komoditi riba yang sejenis:
مِثْلًا بِمِثْلٍ . سوَاءً بِسَواءٍ . يدًا بِيَدٍ
kadarnya harus semisal dan sama, harus dari tangan ke tangan (kontan)
Contohnya: barter emas dengan emas, barter perak dengan perak, barter uang dengan uang.
Dhabit kedua:
كل ربويين اتحدا في علة ربا الفضل واختلفا في الجنس ، فيشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر شرط واحد ، وهو : الحلول والتقابض
“semua komoditi yang sama illah-nya, namun berbeda jenisnya, maka dalam transaksinya disyaratkan satu syarat: al hulul wat taqabudh (langsung serah terima di majlis akad; kontan)”
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
فإذَا اخْتَلَفَت هذهِ الأصْنَافُ ، فبيعوا كيفَ شئْتُمْ ، إذَا كانَ يدًا بِيَدٍ
Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian, selama dilakukan dari tangan ke tangan (kontan)”
Contoh: membeli emas dengan uang, membeli emas dengan perak, membeli perak dengan uang
Dhabit ketiga:
كل ربويين اختلفا في العلة ، فلا يشترط عند مبادلة أحدهما بالآخر لا الحلول والتقابض ، ولا التساوي والتماثل
“semua komoditi yang berbeda illah-nya, maka dalam transaksinya tidak disyaratkan apa-apa, tidak disyaratkan sama nilainya ataupun al hulul wat taqabudh (langsung serah terima di majlis akad; kontan)”
Contoh: membeli kurma dengan uang, membeli beras dengan uang
Dhabit keempat:
عند مبادلة ربوي بغير ربوي ، أو مبادلة عوضين غير ربويين ، فإنه لا يشترط الحلول والتقابض ولا التساوي والتماثل
“transaksi komoditi ribawi dengan non-komoditi ribawi, atau transaksi suatu jaminan dengan komoditi ribawi, tidak disyaratkan al hulul wat taqabudh ataupun tasawi wat tamatsil
Contoh: Membeli baju dengan emas, membeli buku dengan perak, membeli mobil dengan uang
Termasuk juga dalam kaidah ini transaksi non-komoditi ribawi dengan non-komoditi ribawi, tidak disyaratkan al hulul wat taqabudh ataupun tasawi wat tamatsil.
Contoh: membeli baju dengan buku, membeli mobil dengan rumah, membeli laptop dengan handphone
Demikian beberapa dhawabit yang dijelaskan oleh para ulama dalam masalah riba.
Jual beli emas online
Setelah memahami beberapa pemaparan di atas, sekarang kita akan coba telaah hukum jual-beli emas secara online. Pertama kali, kita perlu memahami shuwar atau gambaran proses jual beli emas secara online. Proses jual beli emas secara online pada umumnya salah satu dari yang ada di bawah ini:
  • Pembeli membuka website penjual emas, lalu memilih emas dan jumlah yang akan dibeli, lalu pembeli melakukan Checkout sebagai tanda sudah selesai memilih dan memesan emas. Kemudian secara otomatis website penjual emas akan mengirimkan tagihan dan imbauan kepada pembeli untuk mengirim uang melalui beberapa metode pembayaran, misalnya transfer bank, Paypal dan lainnya. Setelah uang diterima oleh pembeli, penjual pun mengirim emas melalui jasa ekspedisi. Barang sampai di tangan pembeli 1 hari atau lebih, tergantung pada jarak pengiriman.
  • Pembeli membuka website penjual emas, lalu melihat-lihat harga dan memilih emas dan jumlah yang akan dibeli. Pembeli menghubungi penjual melalui media komunikasi seperti SMS, BBM, Whatsapp, Yahoo Messenger atau telepon untuk melakukan tawar-menawar dan transaksi. Setelah deal, penjual akan meminta pembeli untuk mengirim uang melalui beberapa metode pembayaran, misalnya transfer bank, Paypal dan lainnya. Setelah uang diterima oleh pembeli, penjual pun mengirim emas melalui jasa ekspedisi. Barang sampai di tangan pembeli 1 hari atau lebih, tergantung pada jarak pengiriman
Jadi dari sini bisa kita simpulkan beberapa hal:
  • Pembeli membeli emas dengan uang
  • Pembayaran dilakukan secara kontan
  • Emas tidak langsung diterima oleh pembeli setelah melakukan pembayaran
  • Emas diterima dalam hitungan hari setelah pembayaran
Kemudian, dari penjelasan sebelumnya, kita ketahui bahwa emas dan uang adalah amwal ribawiyah yang illah-nya sama yaitu tsamaniyah, namun berbeda jenis karena emas bukan uang dan uang bukan emas. Sehingga dalam hal ini berlaku dhabit ke-2 yaitu disyaratkannya al hulul wat taqabudh, yaitu serah-terima barang secara langsung di majelis akad. Dan syarat ini tidak terpenuhi dalam jual beli emas secara online sebagaimana digambarkan di atas. Maka, jual beli emas secara online termasuk yang terlarang dalam syariat.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid ditanya, “sebuah perusahaan menjual emas lewat internet. Bolehkah membeli darinya? Atau bolehkan saya merekomendasikan pelanggan kepada perusahaan tersebut sehingga saya mendapatkan komisi dari hal itu?”.
Beliau menjawab:
الحمد لله من المعلوم أن من شروط بيع وشراء الذهب بالنقود في الإسلام أن يحصل التقابض عند العقد لقول النبي صلى الله عليه وسلم : ( الذهب بالذهب والفضة بالفضة مثلاً بمثل سواء بسواء يد بيد … ، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد ) رواه مسلم ( 1578 ) .
وأنا أظن أن شراء الذهب عبر الإنترنت لا يحصل يداً بيد لأنك ترسل لهم القيمة ثم يرسلون لك الذهب بعد مدة ، فإذا كان الأمر كذلك فالبيع بهذه الطريقة محرم ، ويحرم عليك أن تجلب الزبائن لهذه الشركة ، لقول الله تعالى : ( ولا تعاونوا على الإثم والعدوان )
لكن لو حصل الاستلام والتسليم فوراً في مجلس العقد يجوز لك القيام بالدلالة وجلب زبائن لهذه الشركة وأخذ أجرة على هذه الدلالة .
Alhamdulillah, telah diketahui bersama bahwa salah satu syarat jual-beli emas dengan uang dalam Islam adalah adanya taqabudh (serah-terima langsung) ketika akad. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “emas dengan emas, perak dengan perak, kadarnya harus semisal dan sama, harus dari tangan ke tangan. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian, selama dilakukan dari tangan ke tangan” (HR. Muslim 1578). Dan saya rasa, jual-beli emas lewat internet tidak dapat terjadi serah terima dari tangan ke tangan. Karena anda menyerahkan pembayaran, kemudian penjual mengirimkan emasnya kepada anda setelah beberapa waktu. Jika demikian, maka jual beli dengan cara ini adalah haram. Dan diharamkan pula bagi anda merekomendasikan pelanggan kepada perusahaan ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya): “janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”.
Namun jika dapat terjadi serah-terima barang secara langsung di majelis akad, hal tersebut dibolehkan berdasarkan dalil-dalil. Dan dibolehkan juga bagi anda untuk merekomendasikan pelanggan kepada perusahaan tersebut serta mengambil komisi darinya, berdasarkan dalil-dalil tersebut”6.
Demikian juga yang difatwakan dalam Fatawa Syabakah Al Islamiyyah dibawah bimbingan Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah:
يجوز الشراء بها عبر الإنترنت إذا استوفى البيع شروطه وأركانه، وانظر في ذلك الجواب رقم: 9716. إلا الذهب والفضة، فلا يجوز لك شراؤهما عبر الإنترنت، لأنهما لا يسلمان للمشتري إلا بعد مدة، ومن المعروف أن الذهب والفضة لا يجوز شراؤهما بالعملات المتعامل بها اليوم إلا يداً بيد. وبالتالي، فهذا التعامل الذي يتضمن تأخير قبض الذهب عن مجلس التعاقد لا يجوز. والله أعلم
“boleh membeli barang lewat internet jika terpenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli. Silakan lihat kembali fatwa no. 9716. Kecuali emas dan perak. Anda tidak diperbolehkan membeli emas dan perak lewat internet. Karena (dengan metode demikian) keduanya baru bisa diterima setelah beberapa waktu. Dan sudah diketahui bersama, bahwa emas dan perak tidak boleh diperjual-belikan dengan metode-metode transaksi masa kini kecuali diserah-terimakan secara langsung. Maka, menggunakan metode yang demikian (internet), yang mengandung unsur penundaan penyerahan emas jauh dari majelis akad, tidak diperbolehkan. Wallahu a’lam7
Semisal hal ini juga, jual-beli emas melalui telepon, yang memiliki sifat-sifat yang sama seperti jual-beli lewat internet. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta ditanya: “kadang-kadang, pemilik toko membeli emas dalam jumlah besar melalui telepon dari Mekkah atau dari luar Saudi. Padahal ia berada di Riyadh. Dengan catatan, penjual emas sudah ma’ruf bagi si pembeli, dan barangnya pun sudah ma’ruf baginya, sehingga kecil kemungkinan adanya kecurangan atau lainnya. Mereka juga sudah saling sepakat soal harga dan pembaran dilakukan melalui transfer bank. Apakah ini diperbolehkan, atau bagaimana yang semestinya? ”
Mereka menjawab:
هذا العقد لا يجوز أيضا؛ لتأخر قبض العوضين عنه، الثمن والمثمن، وهما معا من الذهب أو أحدهما من الذهب والآخر من الفضة، أو ما يقوم مقامهما من الورق النقدي، وذلك يسمى بربا النسأ، وهو محرم، وإنما يستأنف البيع عند حضور الثمن بما يتفقان عليه من الثمن وقت العقد يدا بيد‏.‏
“Akad yang seperti ini tidak diperbolehkan juga. Karena adanya penundaan qabdh (serah-terima), antara dua barang yang ditukarkan, antara tsaman dengan tsaman. Sedangkan barang yang dipertukarkan adalah sama-sama emas atau salah satunya emas dan yang lainnya perak, atau juga barang-barang yang menempati posisi keduanya seperti uang kertas dan logam. Ini dinamakan riba nasiah, dan ini haram hukumnya. Jual beli (emas) yang diperbolehkan adalah dengan adanya pembayaran yang sesuai dengan harga yang disepakati dan diserah-terimakan secara langsung di majelis akad”8.
Dengan demikian, kesimpulannya hukum jual-beli emas lewat internet tidak diperbolehkan dan terjadi riba nasi’ah di dalamnya. Wallahu ta’ala a’lam.

Solusi

Solusi dari masalah ini adalah membeli emas secara langsung di toko emas. Dan alternatif solusi yang bisa dilakukan bagi orang yang ingin membeli emas lewat intenet adalah dengan membeli dari toko online yang melayani COD (Cash On Delivery), yaitu sistem pembayaran ketika barang sampai di tempat. Sistem COD ini memiliki dua shuwar (bentuk) :
  1. Setelah deal soal barang dan harga via internet, penjual mengantar sendiri barangnya ke tempat pembeli, lalu pembayaran dan serah-terima barang terjadi di tempat pembeli.
  2. Setelah deal soal barang dan harga via internet, penjual menggunakan jasa ekspedisi untuk melakukan COD, sehingga pembeli menerima barang dan membayar kepada petugas jasa ekspedisi tersebut. Ini termasuk at taukil fil ba’i (menggunakan sistem perwakilan dalam jual-beli), dan ini diperbolehkan.
Semoga bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.

Beberapa Fikih Shalat Terkait Banci

Banci, atau dalam bahasa arab disebut khuntsa (الخنثى) terbagi menjadi dua:
  1. Khuntsa ghayru musykil, yaitu yang diketahui tanda-tanda kelaminnya apakah ia laki-laki atau wanita. Maka hukum-hukum fikih yang berlaku padanya sesuai dengan tanda-tanda kelamin yang nampak padanya. Jika tanda-tanda kelaminnya menampakkan ia laki-laki, maka berlaku hukum sebagaimana laki-laki. Demikian juga jika tanda-tanda kelaminnya wanita, maka berlaku hukum wanita.
  2. Khuntsa musykil, yaitu tidak diketahui atau tidak jelas tanda-tanda kelaminnya. Atau tidak diketahui secara pasti ia laki-laki atau wanita, atau tanda-tanda yang ada saling bertentangan sehingga menimbulkan keraguan.
Maka untuk khuntsa musykil ini ada beberapa hukum fikih yang perlu diketahui:

1. Banci (khuntsa musykil) tidak wajib shalat jama’ah di masjid

Ia tidak diwajibkan shalat berjamaah di masjid, dan hendaknya ia shalat di rumah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
الخُنثى هو : الذي لا يُعلم أذكرٌ هو أم أُنثى ، فلا تجب عليهم الجماعةُ ؛ وذلك لأن الشرط فيه غير متيقَّن ، والأصلُ براءةُ الذِّمَّةِ وعدمُ شغلِها
“khuntsa adalah orang yang tidak diketahui ia laki-laki atau wanita. Ia tidak wajib shalat berjama’ah, karena syarat diwajibkannya shalat jama’ah (yaitu laki-laki) tidak bisa dipastikan ada pada dirinya. Dan hukum asalnya adalah bara’atu dzimmah (tidak ada kewajiban) dan tidak adanya tuntutan untuk melakukannya” (Asy Syarhul Mumthi’, 1/140).

2. Banci (khuntsa musykil) boleh shalat di masjid namun ditempatkan pada shaf khusus

Walaupun tidak diwajibkan shalat di masjid, banci tetap boleh shalat di sana dan shalatnya sah. Namun sebaiknya ditempatkan pada shaf khusus.
” لاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي أَنَّهُ إِذَا اجْتَمَعَ رِجَالٌ ، وَصِبْيَانٌ ، وَخَنَاثَى ، وَنِسَاءٌ ، فِي صَلاَةِ الْجَمَاعَةِ ، تَقَدَّمَ الرِّجَال ، ثُمَّ الصِّبْيَانُ ، ثُمَّ الْخَنَاثَى ، ثُمَّ النِّسَاءُ ، وَلَوْ كَانَ مَعَ الإْمَامِ خُنْثَى وَحْدَهُ ، فَصَرَّحَ الْحَنَابِلَةُ بِأَنَّ الإْمَامَ يَقِفُهُ عَنْ يَمِينِهِ ، لأِنَّهُ إِنْ كَانَ رَجُلاً ، فَقَدْ وَقَفَ فِي مَوْقِفِهِ ، وَإِنْ كَانَ امْرَأَةً لَمْ تَبْطُل صَلاَتُهَا بِوُقُوفِهَا مَعَ الإْمَامِ ، كَمَا لاَ تَبْطُل بِوُقُوفِهَا مَعَ الرِّجَال .
وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ أَنَّ مُحَاذَاتَهُ لِلرَّجُل مُفْسِدَةٌ لِلصَّلاَةِ ” انتهى .
“tidak ada khilaf di antara pada fuqaha bahwa jika dalam shalat jama’ah ada laki-laki, anak kecil, banci, dan wanita, maka urutannya dari yang terdepan adalah laki-laki, lalu anak kecil, lalu banci, lalu wanita. Jika yang menjadi makmum hanya ada 1 orang banci, ulama Hanabilah menegaskan bahwa banci tetap berdiri di sebelah kanan imam. Karena jika hakikatnya dia itu laki-laki, maka sudah benar tempatnya. Dan jika hakikatnya dia wanita, maka shalat tidak menjadi batal jika ada wanita berdiri di sebelah imam, sebagaimana juga tidak batal shalat seorang wanita jika ia berdiri di sebelah laki-laki. Dan yang masyhur di kalangan ulama Hanafiyah, banci yang berdiri sejajar dengan imam menyebabkan batalnya shalat” (Al Maushu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 25/20).

3. Banci (khuntsa musykil) shalat dengan menutup aurat sebagaimana aurat wanita

Sebagian ulama berpendapat banci wajib shalat dengan menggunakan penutup aurat yang menutupi bagian tubuh yang termasuk aurat wanita. Dikarenakan adanya kemungkinan bahwa ia adalah wanita, dan ini merupakan pendapat yang lebih hati-hati.
” يَرَى الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ أَنَّ عَوْرَةَ الْخُنْثَى كَعَوْرَةِ الْمَرْأَةِ حَتَّى شَعْرُهَا النَّازِل عَنِ الرَّأْسِ خَلاَ الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ ، …… وَصَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ بِأَنَّهُ يَسْتَتِرُ سَتْرَ النِّسَاءِ فِي الصَّلاَةِ وَالْحَجِّ بِالأْحْوَطِ ، فَيَلْبَسُ مَا تَلْبَسُ الْمَرْأَةُ . وَأَمَّا الْحَنَابِلَةُ فَالْخُنْثَى عِنْدَهُمْ كَالرَّجُل فِي ذَلِكَ ؛ لأِنَّ سَتْرَ مَا زَادَ عَلَى عَوْرَةِ الرَّجُل مُحْتَمَلٌ ، فَلاَ يُوجَبُ عَلَيْهِ أَمْرٌ مُحْتَمَلٌ وَمُتَرَدِّدٌ ” انتهى .
“Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyyah berpendapat bahwa aurat banci itu sebagaimana aurat wanita. Bahkan termasuk juga rambut yang ada di wajahnya, selain wajah dan telapak tangan. Dan Malikiyyah menegaskan bahwa wajib bagi banci untuk menutup aurat sebagaimana aurat wanita dalam shalat, dalam rangka kehati-hatian. Maka, banci memakai busana yang biasa dipakai wanita (dalam shalat). Adapun Ulama Hanabilah, berpendapat bahwa aurat banci itu seperti aurat laki-laki. Karena adanay tambahan kewajiban menutup aurat lebih dari aurat laki-laki itu masih muhtamal (belum pasti). Maka perkara yang muhtamal dan mutaraddid (simpang-siur) tidak bisa memberikan beban wajib kepadanya” (Al Maushu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 20/23).
Al Bahuti juga mengatakan:
قَالَ الْمَجْدُ : وَالِاحْتِيَاطُ لِلْخُنْثَى الْمُشْكِلِ : أَنْ يَسْتُرَ كَالْمَرْأَةِ
“Al Majd berkata: pendapat yang lebih hati-hati untuk khuntsa musykil adalah wajib menutup aurat sebagaimana aurat wanita” (Syarah Al Muntaha, 1/150).
Abul Fadhl Al Hanafi juga mengatakan:
 وَيُصَلِّي بِقِنَاعٍ  لِاحْتِمَالِ أَنَّهُ امْرَأَةٌ
“banci hendaknya shalat menggunakan penutup wajah karena adanya kemungkinan bahwa ia wanita” (Al Ikhtiyar, 3/39).

4. Banci (khuntsa musykil) tidak boleh mengimami laki-laki atau banci

Banci tidak boleh mengimami laki-laki dan banci, namun boleh mengimami wanita.
وَلاَ تَصِحُّ إِمَامَةُ الْخُنْثَى لِلرِّجَال وَلاَ لِمِثْلِهَا بِلاَ خِلاَفٍ ؛ لاِحْتِمَال أَنْ تَكُونَ امْرَأَةً وَالْمُقْتَدِي رَجُلاً ، وَتَصِحُّ إِمَامَتُهَا لِلنِّسَاءِ مَعَ الْكَرَاهَةِ أَوْ بِدُونِهَا عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ
“tidak sah status imam seorang banci jika makmumnya laki-laki dan juga jika makmumnya banci semisal dia, tanpa adanya khilaf dalam masalah ini. Karena adanya kemungkinan bahwa ia wanita, sedangkan yang diimami laki-laki. Namun sah status imamnya, jika makmumnya wanita, namun makruh (menurut sebagian ulama) atau tidak makruh menurut jumhur ulama” (Al Maushu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 6/204).

5. Posisi banci (khuntsa musykil) ketika mengimami wanita

Para ulama khilaf mengenai posisi banci ketika mengimami wanita.
فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ مَا عَدَا ابْنَ عَقِيلٍ إِلَى أَنَّ الْخُنْثَى إِذَا أَمَّ النِّسَاءَ قَامَ أَمَامَهُنَّ لاَ وَسَطَهُنَّ ؛ لاِحْتِمَال كَوْنِهِ رَجُلاً ، فَيُؤَدِّي وُقُوفُهُ وَسَطَهُنَّ إِلَى مُحَاذَاةِ الرَّجُل لِلْمَرْأَةِ .
ويَرَى الشَّافِعِيَّةُ أَنَّ التَّقَدُّمَ عَلَيْهِنَّ مُسْتَحَبٌّ ، وَمُخَالَفَتُهُ لاَ تُبْطِل الصَّلاَةَ . وَقَال ابْنُ عَقِيلٍ : يَقُومُ وَسَطَهُنَّ وَلاَ يَتَقَدَّمُهُنَّ
“Ulama Hanafiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah selain Ibnu Aqil berpendapat bahwa jika banci mengimami wanita maka ia berdiri di depan, bukan di tengah shaf. Karena adanya kemungkinan bahwa ia laki-laki, sehingga jika ia ditempatkan pada tengah shaf maka ini artinya ada kesejajaran antara shaf wanita dan laki-laki (dan ini terlarang, pent). Namun Syafi’iyyah berpendapat hal itu mustahab (sunnah), sehingga jika dilanggar tidak menyebabkan batalnya shalat. Adapun Ibnu Aqil, ia berpendapat: banci berdiri di tengah shaf bukan di depan” (Al Maushu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 25/20).

6. Banci (khuntsa musykil) tidak boleh menjadi makmum dari imam wanita

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
لا يصحُّ أن تكون المرأةُ إماماً للخُنثى ؛ لاحتمالِ أن يكون ذَكَراً
“tidak sah jika wanita menjadi imam bagi banci, karena adanya kemungkinan bahwa ia laki-laki” (Asy Syarhu Al Mumthi’, 4/223).
Wallahu a’lam.

Fikih Jenazah (1) : Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal

Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat Laa Ilaaha Illa Allah. Mentalqin seseorang yang akan meninggal dunia disunnahkan bagi orang yang ada di sisi orang yang akan meninggal dunia, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:
لقنوا موتا كم لا إله إلا الله
Tuntunlah seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat: ‘Laa ilaaha illa Allah’1
Dalam riwayat yang lain:
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa Allah” maka akan masuk surga2
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam masalah mentalqin diantaranya:

Apakah Faedah Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal Dunia ?

Imam Al Qurthubiy berkata: “Para ulama’ kami mengatakan bahwasanya mentalqin orang yang akan meninggal dunia adalah merupakan sunnah dari para pendahulu ummat ini, yang kemudian diamalkan oleh kaum muslimin hingga saat ini. Tujuannya adalah agar akhir ucapan yang keluar dari orang yang akan meninggal dunia adalah “Laa ilaaha illa Allah”. Sehingga dia menjadi orang yang berbahagia karena termasuk dalam golongan orang yang dikatakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam :
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa Allah” maka akan masuk surga3
Selain itu untuk mengingatkan orang yang akan meninggal dunia terhadap sesuatu yang dapat menolak gangguan setan karena setan akan mendatangi orang yang akan meninggal dunia dalam rangka untuk merusak akidahnya”4.

Batasan Mentalqin Orang Yang Akan Meninggal Dunia

Mentalqin orang yang akan meninggal dunia cukup sekali saja, tidak perlu diulang-ulang kecuali apabila setelah di-talqin dia mengucapkan kalimat yang lain maka hendaknya diulang sekali lagi agar akhir ucapannya adalah kalimat syahadat.
Imam Al Qurthubiy berkata: “Apabila seorang yang akan meninggal dunia telah membaca ‘Laa Iaaha Illa Allah’ satu kali maka tidak perlu diulang lagi”.
Ibnu Al Mubarak berkata: ”Talqinlah orang yang akan meninggal dunia dengan kalimat ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ dan jika telah mengucapakannya maka jangan diulangi lagi”5.

Mengapa Tidak Disyari’atkan Mengulang-ulang Talqin?

Imam al Qurthubiy berkata: “ Telah mengatakan Abu Muhammad Abdul al Haq, hal tersebut adalah dikarenakan jika orang yang akan meninggal dunia di-talqin secara berulang-ulang ditakutkan ia merasa terusik dan bosan sehingga setan akan membuatnya berat mengucapkan ‘Laa Ilaaha Illa Allah‘ dan kemudian akan menjadi sebab jeleknya akhir hayatnya”.
Al Hasan bin Isa mengatakan: “Ibnu al Mubarak telah berkata kepadaku: Talqinlah dengan kalimat syahadat dan janganlah kamu mengulangnya kecuali jika ia mengucapkan kalimat yang lain.Tujuan talqin adalah agar seseorang meninggal dunia sedangkan di hatinya tidaklah ada kecuali Allah,karena pusara hal ini adalah hati. Amalan hati yang akan dilihat dan amalan hati yang merupakan sebab keselamatan. Adapun amalan lisan yang bukan merupakan terjemah apa yang ada di dalam hati maka tidaklah berfaedah”.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Syubrumah ia mengatakan, “Aku bersama Amir bin asy Sya’biy mendatangi seorang laki-laki yang sakit dan kami menjumpainya akan meninggal dunia dan seorang laki-laki mentalqinkan kalimat syahadat kepadanya. Laki-laki yang mentalqin tadi mengatakan, ucapkanlah ‘laa ilaaha illa Allah‘ dan terus-menerus mengulanginya.Melihat hal itu maka asy Sya’biy mengatakan: “Bersikap lembutlah kepada saudaramu”. Orang yang sakit tadi lantas berbicara: ‘Baik engkau mentalqinkanku atau tidak, aku tidaklah akan meninggalkannya’. Lalu ia membaca firman Allah ta’ala:
وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا
Dan Allah mewajibkan mereka kalimat taqwa dan mereka berhak terhadap kalimat tersebut dan patut memilikinya”6.
Asy Sya’biy mengatakan: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan sahabat kami ini’“7 .

Kekeliruan Dalam Mentalqin

Bukanlah yang dinamakan mentalqin dengan menyebut-nyebut kalimat syahadat di depan orang orang akan meninggal dunia dan memperdengarkannya, akan tetapi dengan memerintahkan seseorang yang akan meninggal dunia agar mengucapkannya. Dalilnya adalah Hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk salah seorang sahabat dari kalangan Anshar lalu mengatakan:
يا خال! قل: لا إله إلا الله، فقال: أخال أم عم؟ فقال: بل خال، فقال: فخير لي أن أقول: لا إله إلا الله؟ فقال النبي صلى الله عليه وسلم: نعم
Wahai paman, ucapkanlah: “Laa ilaaha illa Allah.” Beliau bertanya: “Apakah paman dari pihak ibu atau bapak? Jawabnya: “Dari pihak ibu”. Maka ia berkata: “Apakah lebih baik bagi diriku untuk mengucapkan: “Laa ilaaha illa Allah?” . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya8.

Mentalqin dengan mengingatkan hadits tentang talqin

Imam al Qurthubiy mengatakan: “Dan kadang kala talqin dilakukan dengan menyebutkan hadits tentang talqin di sisi seorang yang alim sebagaimana disebutkan oleh Abu Nu’aim bahwasanya Abu Zur’ah sedang dalam keadaan akan meninggal dunia dan di sisinya ada Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, Mundzir bin Syaadzaan dan sekelompok ulama’ yang lainnya. Lalu mereka menyebutkan hadits talqin namun merasa malu terhadap Abu Zur’ah. Lantas mereka mengatakan, wahai sahabat- sahabat kami marilah kita mengingat-ingat kembali hadits tentang talqin. Abu Maslamah berkata: ‘Telah menceritakan kepada kami Adh Dhahak bin Makhlad,telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib…. dan Abu Masalamah tidak melanjutkan sementara yang lain diam. Berkata Abu Zur’ah sedangkan beliau dalam keadaan akan meninggal dunia: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abi Gharib dari Katsir bin Murrah al Hadhramiy dari Mu’ad bin Jabal berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah ‘Laa ilaaha illa Allah’ maka akan masuk surga”.
Dan dalam riwayat lain:
حرمه الله على النار
Allah mengharamkannya dari api neraka
Dan akhirnya beliau rahimahullah meninggal dunia” 9.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar